Akan muncul sebuah pertanyaan “ Apakah ada orang yang beragama dengan salah ?”, maka akan ada yang menjawab ada. Artinya ada yang menghayati ajaran agamanya dengan salah kaprah. Dalam hal ini kita diajak berpikir dan membutuhkan kecerdasan, kebijaksanaan dan kerendahan hati untuk tidak menelan mentah-mentah suatu ajaran yang berlabelkan agama sekalipun. Orang harus selalu berikhtiar dan menggali serta menemukan inti kebenaran dari suatu ajaran.
Orang beriman
itu adalah orang-orang yang percaya dan menyerahkan diri pada Allah yang benar.
Allah yang benar itu Allah yang adalah kasih.
Bila mengaku diri sebagai orang beragama tetapi tindakannya penuh kebencian, mudah mengkafirkan orang lain, maka sebenarnya itu bukan beriman tetapi beragama palsu dan sudah melakukan pembohongan terhadap agama.
Bila mengaku diri sebagai orang beragama tetapi tindakannya penuh kebencian, mudah mengkafirkan orang lain, maka sebenarnya itu bukan beriman tetapi beragama palsu dan sudah melakukan pembohongan terhadap agama.
Sebuah Sarasehan Kerukunan Umat Beragama yang
diselenggarakan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB ) Kabupaten Demak yang
dilaksanakan pada hari Senin 27 Oktober 2014 bertempat di Gedung Bina Praja
Pemkab Demak. Dalam kegiatan tersebut Dewan Paroki Administratif Santo Mikael
Demak juga turut diundang. Sebagai bentuk kepedulian dan perhatian
terhadap bentuk kerja sama lintas agama, maka Dewan Paroki Administratif
menanggapinya dengan hadir dalam acara
tersebut. Adapun yang hadir Bp. Aloysius Widarso, SH dan Bp. Herry Suharyadi. Kegiatan ini dengan tema Kerukunan
Umat beragama merupakan penangkal munculnya radikalisme.
Menurut salah satu pembicara yakni Prof.DR. H. Mudjahirin Thohir ( Ketua FKUB Propinsi Jawa Tengah )
yang menyampaikan sebuah judul Agama, Politik, dan Budaya Kekerasan. Untuk
mengatasi gerakan radikal transnasional maka ada agenda yang harus diperjuangkan saat ini :
1.
Negara
harus berani hadir untuk melindungi civil
liberties ( hak-hak warga negara yang dijamin oleh konstitusi ), termasuk
dari ancaman kekerasan. Hal ini merupakan prinsip Negara hukum ( Negara konstitusional
).
2.
Negara
harusnya menjamin terbukanya ruang publik yang leluasa sehingga berlangsung
dialog-dialog yang intensif antar komunitas agama.
3.
Dialog
harus didesain tidak untuk menghakimi tetapi untuk mengerti bahwa jadilah pemeluk agama yang mendahulukan
keindonesiaan yang plural dan harus mengatakan “ Saya orang Indonesia yang
beragama yang mengutamakan kedamaian bukan kekerasan”.
Hal senada juga disampaikan pembicara lain
yakni Kapolres Demak yang diwakili oleh Kasat Intel , serta dari Dandim 0716
Demak diwakili oleh Kepala Staf ; dari
beliau berdua menyampaikan bahwa NKRI adalah harga mati dengan kerukunan
adalah suatu keindahan. Kita dengan mudah mencatat peristiwa-peristiwa
kekerasan yang mengatasnamakan agama. Inilah kesalahan bahkan ketidakadilan
dari orang-orang yang menjalankan keagamaannya.
Kita harus meyakini bahwa agama membawa rahmat
kedamaian, kerukunan dan kesatuan umat manusia. Esensi dan hakekat agama adalah baik, benar, indah bagi manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar