Senin, 12 Maret 2018

Pengakuan Dosa di Jaman Now, Masih Perlukah ?

Pengakuan Dosa di Jaman Now, Masih Perlukah?
"Mengapa kita masih perlu mengakui dosa kita kalau dosa-dosa itu sudah diampuni ?"(1 Yohanes 1:9)
"Supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya. Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian" (Ef 1:6-8). 

Yohanes 20:21-23
(21) Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu."
(22) Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: "Terimalah Roh Kudus.
(23) Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada."...

Jika mau membaca lengkap, baik KGK (Katekismus Gereja Katolik) maupun dogma-dogma yang ada , sebenarnya penggolongan dosa adalah untuk mempermudah pemahaman dan kesadaran diri akan tingkat kesalahan dari sisi rohani. Maka ada banyak sebutan dosa, yang kalau disederhanakan bisa dipisahkan menjadi dua model yang berlawanan, yakni :
a. Dosa berat - dosa ringan
b. Dosa besar - dosa kecil.
c. Dosa mematikan - dosa tidak mematikan (biasa)
d. Dosa terampuni - dosa tak terampuni, dan seterusnya.
Namun suatu dosa tetaplah dosa. Serius atau tidaknya dosa amat ditentukan oleh banyak aspek, seperti pengetahuan dan kesadaran si pelaku, efek yang ditimbulkan, tingkat kesengajaan saat melakukan dan lain sebagainya.

Dosa ringan yang dilakukan berulang-ulang "bisa" membawa kepada dosa yang lebih berat. "Bisa" tidak sama dengan pasti. Tetapi melakukan dosa ringan secara berulang-ulang, maka itu artinya tingkat keseriusan untuk bertobat pada diri orang itu amat lemah. Dan keseriusan yang lemah itulah yang menjadi pemicu dosa yang nilai atau kategorinya menjadi lebih berat.

Perbandingan dengan soal kesalahan. Kita melakukan kelalaian mematikan lampu gudang dan ditegur oleh orangtua atau pimpinan kalau itu di instansi/perusahaan. Kesalahannya tidak berat, dan pasti tidak ada dalam aturan bahwa kesalahan itu digolongkan serius, maka semua sepakat bahwa ditegur dan dinasehati dengan baik-baik adalah cukup.
Tetapi kalau kesalahan itu dilakukan berulang-ulang, dan jika sudah dinasehati berulang-ulang, tetapi masih terjadi dan terjadi lagi, maka bisa saja suatu saat orang itu bukan hanya ditegur dan dinasehati saja, tetapi pasti dan wajar kalau mendatangkan kemarahan serius. Dalam contoh narasi di atas, kita bisa melihat kesalahan kecil yang dilakukan terus menerus tanpa mengindahkan peringatan dan nasihat, jelas akan menjadi kesalahan serius. Tetapi kelalaian lain misalnya lupa mengancingkan salah satu kancing baju, kalau itu dilakukan berulang-ulang walau telah beberapa kali diingatkan, maka paling-paling membuat orang lain menjadi sebel saja, dan tidak akan sampai kepada kemarahan.

Demikian juga dengan dosa ringan, ada yang potensial menghadirkan kesalahan serius dan dosa berat, tetapi juga ada dosa ringan yang tetap saja akan menjadi dosa ringan. Contoh : orang merasa suka omong kotor seperti umpatan kecil spontan. Tetapi karena itu adalah kebiasaan, dan umpatan itu spontan saja keluar dari mulutnya karena kebiasaan dari kecil, maka tingkat keseriusan umpatan itu tetap sama.

Berbeda dengan dosa kecil, seperti : tidak serius saat mengikuti Misa. Kalau itu dilakukan berulang-ulang, maka efeknya bisa serius, karena bukan hanya soal itu saja, tetapi banyak soal ada di dalam kata, dan tingkatan tidak serius yang intensitasnya terus menerus akan menjadi dosa yang lebih berat.

Tentang "DOSA" - sebenarnya ada banyak sumber. Kalau melihat dari KGK, dan memperhatikan dengan jeli no 1846-1876 - di sana bisa dilihat bahwa ada banyak ragam atau macam dosa. Dosa bisa dilihat dari berbagai aspek atau sisi, entah dari obyeknya, lingkupnya dan lain sebagainya.
Nah soal yang di atas disebut dosa berat dan ringan, hal itu kalau dilihat dari "BOBOTnya dosa". Yah tentu saja kalau soal bobot, ya ukurannya hanya berat dan ringan. Tetapi dalam penggolongan berat dan ringan pun tidak sederhana, karena ada yang berat sekali, ada yang tidak amat berat ..... dan seterusnya .... demikian juga bobot dosa ringan....

Bandingkan saja kalau kita merenungkan diri sebelum misa dan atau saat doa malam, kita akan menemukan banyak dosa kecil dan itulah yang boleh kita andaikan bisa terampuni dengan penyesalan yang sungguh -sungguh saat kita mendaraskan doa tobat itu. Tetapi sekali lagi kalau bicara soal dosa, tentu saja tidak bisa disederhanakan, karena dengan menyederhanakan hal yang kompleks, itu akan menghilangkan sisi lain yang juga perlu mendapatkan perhatian juga. Dalam KGK pun kita menemukan ungkapan variasi untuk menunjukkan betapa sulit merumuskan secara tepat dan singkat apa yang kompleks dalam suatu dosa itu. Ada ungkapan dosa kekal, dosa pokok, dosa pribadi, dosa sosial, ... bahkan kadang disebut dalam bentuk jamak.

Dosa adalah dosa, entah berat entah ringan. Sebaiknya kita tetap belajar menyikapinya dengan serius. Jika tidak, maka kepekaan kita untuk mengakui dan menyadari yang serius atau berat itu pun akan semakin sulit atau kebal hati.

Ada anggapan mengenai perlu tidaknya pengakuan dosa, karena mengaku dosa secara pribadi atau langsung kepada TUHAN tanpa melalui seorang Pastor dijamin oleh Tuhan sendiri,  sekalipun yang dilakukannya itu dosa besar. Terkadang sebagai umat, ada juga perasaan takut untuk mengakui dosa-dosanya di hadapan Pastor karena malu atau bahkan takut tidak diampuni.

Pada prinsipnya dosa itu melukai kasih Allah, maka harus diakui dan diampuni oleh Allah.
Paus Johanes Paulus II yang lalu, dan Muder Teresa Cacuta malah mengaku dosa rutin minimal seminggu sekali dan kepada Bapa Pengakuan yang tetap. Bayangkan orang sekudus mereka, masih juga perlu mengaku dosa, bahkan bukan setahun 2 kali (5 Perintah Gereja malah menyatakan minimal setahun sekali), tetapi seminggu sekali. Kita semua tahu mereka itu bukan pendosa, tetapi orang suci. Dan itu diakui oleh banyak umat baik katolik maupun non katolik. Jadi semakin suci dan peka orang akan dosa, maka semakin merasakan ketidakpantasan hidupnya dan membutuhkan banyak rahmat pengampunan melalui Sakramen Pengampunan.
Oleh karena itu, untuk mengaku dosa tidak perlu takut atau malu. Pastor tidak akan marah atau mengingat-ingat dosa yang sudah kita lakukan. Rahasia Forum internum kamar pengakuan dijamin dan dijaga dengan sanksi keras oleh Gereja, jadi jangan khawatir dosa yang diakukan akan dibeberkan.

Kalau ternyata Pastor memang tidak berhak mengampuni dosa itu, misalnya dosa yang memang hanya direservir untuk Uskup, maka si imam akan memberitahukan dengan arif bahwa dosa itu hanya direservir untuk Uskup. Maka solusinya adalah kita akan direkomendasikan untuk mengakui kepada Uskup atau si imam dengan seijin si peniten (yang mengaku) menyampaikan pengakuan itu kepada Uskup dan Uskup bila dipandang perlu dan layak diampuni, maka bisa saja mendelegasikannya kepada imam tersebut. Tetapi kalau memang tidak bisa diampuni, ya kita harus menerima diri bahwa dosa itu tidak bisa diampuni saat ini, sampai persyaratan tertentu terpenuhi. Maka dalam kondisi itu, justru kita harus memperbanyak amal saleh dan kasih yang bisa mendatangkan rahmat cukup bagi kita. Karena kalau orang berdosa besar dan tidak bisa diampuni, maka sebenarnya ia juga tidak boleh pula menerima Sakramen Ekaristi, artinya rahmat yang disediakan Gereja, makin sedikit yang bisa kita ambil bagian di dalamnya. Satu-satunya penyeimbangnya adalah memperkuat dan memperbanyak laku atau olah rohani dan keutamaan atau kebajikan yang bisa mendatangkan rahmat.

Pengakuan dosa bukan tempat mengadu, tetapi tempat mengaku. Yang perlu diakukan dengan jelas ya dosanya. Yang dimaksudkan jelas adalah: bentuk dosanya, tingkat sesal dan tobat kita, dan niat baik kita, agar dalam proses rekonsiliasi, nasihat, dan lain-lain betul-betul mendapatkan apa yang perlu untuk pertobatan itu.Pengakuan juga bukan formalitas, tetapi suatu pertobatan, suatu kesadaran seorang anak Allah akan kesalahannya dan ingin 'bangkit dan kembali kepada Bapanya .....'

Menunda pengakuan sampai ada pengakuan umum, seperti Prapaska atau pra-Natal, itu memang seringkali menyebabkan kita sendiri menjadi lupa akan dosa-dosa kita yang perlu di-akukan. Maka sebaiknya kalau mempunyai dosa besar, segera cari waktu dan hubungi pastor agar bisa mengaku dosa. Umumnya pastor tidak akan menolak, kecuali kalau pastor itu ada kepentingan lain yang amat mendesak.

Pengakuan dosa, menurut Yohanes 1:9, akan menghindarkan seseorang dari pendisplinan Allah. Kalau kita lalai dalam mengakui dosa, pendisplinan Allah pasti akan menimpa kita, sampai kita mengakuinya. Karena itu, kita perlu mengakui dosa-dosa kita saat itu terjadi, supaya hubungan yang benar dengan Allah akan terus terpelihara. Umumnya orang akan mengatakan "itu berat dan sulit"..
Ajaran Kristus memang perlu diperjuangkan untuk bisa terwujud. Tetapi kalau sudah biasa mempraktikkannya, maka kebiasaan "baik" itu akan menjadi habitus bagi kita untuk menggarami orang lain dan untuk ikut pula hidup di dalam kebaikan.

Sumber : Dosa dan Sakramen Pengakuan Dosa, PEMBELAJARAN OLEH PASTOR YOHANES SAMIRAN SC.