"Mengapa kita masih perlu mengakui dosa kita kalau dosa-dosa itu sudah diampuni ?"(1 Yohanes 1:9)
"Supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya. Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian" (Ef 1:6-8).
"Supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya. Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian" (Ef 1:6-8).
(21)
Maka kata Yesus sekali lagi: "Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti
Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu."
(22) Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: "Terimalah Roh Kudus.
(23)
Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu
menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada."...
Jika mau membaca lengkap, baik KGK (Katekismus Gereja Katolik) maupun dogma-dogma yang ada ,
sebenarnya penggolongan dosa adalah untuk mempermudah pemahaman dan
kesadaran diri akan tingkat kesalahan dari sisi
rohani. Maka ada banyak sebutan dosa, yang kalau disederhanakan bisa dipisahkan menjadi dua model yang berlawanan, yakni :
a. Dosa berat - dosa ringan
b. Dosa besar - dosa kecil.
c. Dosa mematikan - dosa tidak mematikan (biasa)
d. Dosa terampuni - dosa tak terampuni, dan seterusnya.
Namun suatu dosa
tetaplah dosa. Serius atau tidaknya dosa amat ditentukan oleh banyak
aspek, seperti pengetahuan dan kesadaran si pelaku, efek yang
ditimbulkan, tingkat kesengajaan saat melakukan dan lain sebagainya.
Dosa ringan yang dilakukan berulang-ulang "bisa" membawa kepada dosa
yang lebih berat. "Bisa" tidak sama dengan pasti. Tetapi melakukan dosa ringan secara
berulang-ulang, maka itu artinya tingkat keseriusan untuk bertobat pada
diri orang itu amat lemah. Dan keseriusan yang lemah itulah yang
menjadi pemicu dosa yang nilai atau kategorinya menjadi lebih berat.
Perbandingan
dengan soal kesalahan. Kita melakukan kelalaian mematikan lampu gudang
dan ditegur oleh orangtua atau pimpinan kalau itu di instansi/perusahaan.
Kesalahannya tidak berat, dan pasti tidak ada dalam aturan bahwa
kesalahan itu digolongkan serius, maka semua sepakat bahwa ditegur dan
dinasehati dengan baik-baik adalah cukup.
Tetapi kalau kesalahan itu
dilakukan berulang-ulang, dan jika sudah dinasehati berulang-ulang,
tetapi masih terjadi dan terjadi lagi, maka bisa saja suatu saat
orang itu bukan hanya ditegur dan dinasehati saja, tetapi pasti dan
wajar kalau mendatangkan kemarahan serius. Dalam contoh narasi di atas, kita bisa melihat kesalahan kecil yang dilakukan terus menerus tanpa
mengindahkan peringatan dan nasihat, jelas akan menjadi kesalahan serius. Tetapi
kelalaian lain misalnya lupa mengancingkan salah satu kancing baju,
kalau itu dilakukan berulang-ulang walau telah beberapa kali diingatkan,
maka paling-paling membuat orang lain menjadi sebel saja, dan tidak
akan sampai kepada kemarahan.
Demikian juga dengan dosa
ringan, ada yang potensial menghadirkan kesalahan serius dan dosa berat,
tetapi juga ada dosa ringan yang tetap saja akan menjadi dosa ringan. Contoh : orang merasa suka omong kotor
seperti umpatan kecil spontan. Tetapi karena itu adalah kebiasaan,
dan umpatan itu spontan saja keluar dari mulutnya karena kebiasaan dari kecil, maka tingkat keseriusan umpatan itu tetap sama.
Berbeda
dengan dosa kecil, seperti : tidak serius saat mengikuti Misa. Kalau itu
dilakukan berulang-ulang, maka efeknya bisa serius, karena bukan hanya
soal itu saja, tetapi banyak soal ada di dalam kata, dan tingkatan tidak
serius yang intensitasnya terus menerus akan menjadi dosa yang lebih berat.
Tentang
"DOSA" - sebenarnya ada banyak sumber. Kalau melihat dari KGK, dan memperhatikan dengan jeli no 1846-1876 - di sana bisa dilihat bahwa ada banyak ragam atau macam dosa. Dosa bisa dilihat dari berbagai aspek atau
sisi, entah dari obyeknya, lingkupnya dan lain sebagainya.
Nah soal yang di atas
disebut dosa berat dan ringan, hal itu kalau dilihat dari "BOBOTnya
dosa". Yah tentu saja kalau soal bobot, ya ukurannya hanya berat dan ringan. Tetapi
dalam penggolongan berat dan ringan pun tidak sederhana, karena ada yang
berat sekali, ada yang tidak amat berat ..... dan seterusnya .... demikian juga
bobot dosa ringan....
Bandingkan saja kalau kita merenungkan diri sebelum misa dan atau saat
doa malam, kita akan menemukan banyak dosa kecil dan
itulah yang boleh kita andaikan bisa terampuni dengan penyesalan yang sungguh -sungguh
saat kita mendaraskan doa tobat itu. Tetapi sekali lagi
kalau bicara soal dosa, tentu saja tidak bisa disederhanakan,
karena dengan menyederhanakan hal yang kompleks, itu akan menghilangkan
sisi lain yang juga perlu mendapatkan perhatian juga. Dalam KGK
pun kita menemukan ungkapan variasi untuk menunjukkan betapa sulit
merumuskan secara tepat dan singkat apa yang kompleks dalam suatu dosa
itu. Ada ungkapan dosa kekal, dosa pokok, dosa pribadi, dosa sosial,
... bahkan kadang disebut dalam bentuk jamak.
Dosa
adalah dosa, entah berat entah ringan. Sebaiknya kita tetap belajar
menyikapinya dengan serius. Jika tidak, maka kepekaan kita untuk
mengakui dan menyadari yang serius atau berat itu pun akan semakin sulit
atau kebal hati.
Ada anggapan mengenai perlu tidaknya pengakuan dosa, karena mengaku dosa secara pribadi atau langsung kepada TUHAN tanpa
melalui seorang Pastor dijamin oleh Tuhan sendiri, sekalipun yang dilakukannya itu dosa besar. Terkadang sebagai
umat, ada juga perasaan takut untuk mengakui dosa-dosanya di hadapan Pastor karena malu atau
bahkan takut tidak diampuni.
Pada prinsipnya dosa itu melukai kasih Allah, maka harus diakui dan diampuni oleh Allah.
Paus Johanes Paulus II yang lalu,
dan Muder Teresa Cacuta malah mengaku dosa rutin minimal seminggu sekali dan kepada Bapa Pengakuan yang tetap. Bayangkan orang sekudus
mereka, masih juga perlu mengaku dosa, bahkan bukan setahun 2 kali (5
Perintah Gereja malah menyatakan minimal setahun sekali), tetapi
seminggu sekali. Kita semua tahu mereka itu bukan pendosa, tetapi orang
suci. Dan itu diakui oleh banyak umat baik katolik maupun non katolik. Jadi
semakin suci dan peka orang akan dosa, maka semakin merasakan
ketidakpantasan hidupnya dan membutuhkan banyak rahmat pengampunan
melalui Sakramen Pengampunan.
Oleh karena itu, untuk mengaku dosa tidak perlu takut atau
malu. Pastor tidak akan marah atau mengingat-ingat dosa yang
sudah kita lakukan. Rahasia Forum internum kamar pengakuan dijamin dan dijaga
dengan sanksi keras oleh Gereja, jadi jangan khawatir dosa yang diakukan
akan dibeberkan.
Kalau ternyata Pastor memang tidak berhak
mengampuni dosa itu, misalnya dosa yang memang hanya direservir untuk
Uskup, maka si imam akan memberitahukan dengan arif bahwa dosa itu hanya
direservir untuk Uskup. Maka solusinya adalah kita akan
direkomendasikan untuk mengakui kepada Uskup atau si imam dengan seijin
si peniten (yang mengaku) menyampaikan pengakuan itu kepada Uskup dan
Uskup bila dipandang perlu dan layak diampuni, maka bisa saja
mendelegasikannya kepada imam tersebut. Tetapi kalau memang tidak bisa
diampuni, ya kita harus menerima diri bahwa dosa itu tidak bisa diampuni
saat ini, sampai persyaratan tertentu terpenuhi. Maka dalam kondisi itu,
justru kita harus memperbanyak amal saleh dan kasih yang bisa
mendatangkan rahmat cukup bagi kita. Karena kalau orang berdosa besar
dan tidak bisa diampuni, maka sebenarnya ia juga tidak boleh pula
menerima Sakramen Ekaristi, artinya rahmat yang disediakan Gereja, makin
sedikit yang bisa kita ambil bagian di dalamnya. Satu-satunya penyeimbangnya
adalah memperkuat dan memperbanyak laku atau olah rohani dan
keutamaan atau kebajikan yang bisa mendatangkan rahmat.
Pengakuan dosa bukan tempat mengadu, tetapi tempat mengaku. Yang
perlu diakukan dengan jelas ya dosanya. Yang dimaksudkan jelas
adalah: bentuk dosanya, tingkat sesal dan tobat kita, dan niat baik
kita, agar
dalam proses rekonsiliasi, nasihat, dan lain-lain betul-betul mendapatkan apa
yang perlu untuk pertobatan itu.Pengakuan juga bukan formalitas,
tetapi suatu pertobatan, suatu kesadaran seorang anak Allah akan
kesalahannya dan ingin 'bangkit dan kembali kepada Bapanya .....'
Menunda
pengakuan sampai ada pengakuan umum, seperti Prapaska atau pra-Natal,
itu memang seringkali menyebabkan kita sendiri menjadi lupa akan
dosa-dosa kita yang perlu di-akukan. Maka sebaiknya kalau mempunyai dosa besar,
segera cari waktu dan hubungi pastor agar bisa mengaku dosa. Umumnya
pastor tidak akan menolak, kecuali kalau pastor itu ada kepentingan lain
yang amat mendesak.
Pengakuan dosa, menurut Yohanes 1:9, akan
menghindarkan seseorang dari pendisplinan Allah. Kalau kita lalai dalam
mengakui dosa, pendisplinan Allah pasti akan menimpa kita, sampai kita
mengakuinya. Karena itu, kita perlu mengakui dosa-dosa kita saat itu terjadi, supaya hubungan yang benar dengan Allah akan terus terpelihara. Umumnya orang akan mengatakan "itu berat dan sulit"..
Ajaran
Kristus memang perlu diperjuangkan untuk bisa terwujud. Tetapi kalau
sudah biasa mempraktikkannya, maka kebiasaan "baik" itu akan menjadi
habitus bagi kita untuk menggarami orang lain dan untuk ikut pula hidup di dalam
kebaikan.